Selamat Datang di Situs Resmi Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Paradigma Hukum Islam Era Postmodern: Hermeneutika Khaled Abou El Fadl dan Maqashid Syariah Jasser Auda



Pendahuluan

Perkembanga islam telah membawa implikasi terhadap tatanan dunia. Mulai dari abad ke 7 masehi hingga pada masa sekarang. Islam tidak hanya sebagai agama, melainkan islam juga menjadi sebuah peradaban. Perkembangan islam telah melewati berbagai dinamika yang kompleks. Mulai dari zaman Rasulullah, dilanjutkan oleh para sahabat, disambung dengan mamlukah, hingga pada akhir perang dunia 1, Kerajaan islam terakhir runtuh dan berubah, dan negara islam yang dulunya dalam satu Daulah terpecah menjadi negara negara kebangsaan. Walaupun islam tidak lagi dalam satu Daulah dan pemerintahan, islam tetap eksis. Hal ini menjadi bukti bahwa islam adalah rahmatanlilalamin dan membawa perdamaian.

Pada masa Rasulullah segala hal menyangkut syariah dapat langsung ditanyakan kepada rasul. Setiap sahabat yang merasa bingung dengan hukum dari satu peristiwa, mereka akan bertanya kepada rasul, dan lagsung mendapatkan jawaban praktisnya, sehingga dapat langsung dipraktikan dalam kehidupan. Sepeninggalan rasul islam mengalami dinamika yang kompleks, muncul ulama ulama mujtahid dikangan sahabat maupun tabiin merumuskan metodologi hukum islam uyang kita kenal dengan ushul fiqih. Peletak dasar pertama metodologi hukum islam yaitu imam syafii.

Setalah dirumuskannya metodologi hukum islam oleh imam syafii dalam kitabnya ar-risalah, banyak ulama yang merujuk kedalam kitab baliau tersebut. Setelah era imam mazhab bermunculah imam mujtahid lil mazhab seperti imam al Ghazali pada tahun 5 hijriyah. Beliau mengikuti pola imam syafii dan mengembangkan metodologi imam syafii tersebut. Setelah era hujjatul islam imam al Ghazali, muncul penguat mazhab diantaranya imam Nawawi, imam as suyuthi pada abad ke 9 hijriyah.[1] Pasca era dinasti abbasiyah munculah islam mengalami stagnasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perang salib yang berkepanjangan, khalifah yang tidak berkompeten menyebabkan stagnasinya keilmuan islam pada masa itu. Berangkat dari keprihatinan tersebut, perkembangan eropa yang sangat pesat, sedangkan islam dimasa keterpurukan, munculah gerakan pembaharuan islam. Awalnya diinisiasi oleh jamaludin al afghani di mesir, lalu menyebar ke india, bahkan ke indonesia. semngat jihad dan perlawanan terhadap penjajah, adalah bentuk gerakan tajdid di indonesia.[2]

Setelah perang dunia ke 2 usai, dibentukkan perserikatan bangsa bangsa PBB untuk menjaga perdamaian negara. Isu isu yang hangat pada saat itu hingga sekarang adalah seputar hak asasi manusia HAM, kesetaraan gender, lingkungan (ekologi), kemanusiaan, kemiskinan, ketimpangan social. Cendekiawan muslim mulai membahas isu isu tersebut dengan nilai nilai agama, salah satunya adalah maqasid syariah. Pendekatan dan ide ide terhadap maqasid syariah memasuki perbincangan hangat oleh cendekiawan diantaranya adalah Khaled abou el fadl dan jasser auda.

B.    Biografi Khaled Abou El Fadl dan Jasser Auda

1.     Khaled Abou El Fadl

Khaled abou el fadl adalah sarjana dalam hukum islam. Beliau lahir di Kuwait. Orang tua Khaled abou el fadl adalah seorang yang bergerak dalam peradilan. Khaled telah menempuh Pendidikannya di Kuwait. Beliau belajar agama di beberapa tempat di tanah kelahirannya. Menginjak usia remaja beliau melanjutkan studinya ke mesir. Selama dimesir Khaled merasa atmosefir yang sangat moderat di banding di tanah kelahirannya. Belajar di mesir membuat Khaled membuka pintu pintu konservatif yang dia dapat selama di Kuwait. Karena mayoritas Masyarakat di Kuwait yang konserfatif dan purinitanisme.

Khaled melanjutkan studinya hingga ke negeri paman sam dan menjadi akademisi di sana. Khaled dikenal sebagai muslim progressive. Mengedepankan nilai nilai kemanusiaan seperti hak asasi manusia dan kesetaran gender. Khaled yang dulunya sempat menganut purinitanisme yang konservatif sekarang berbalik menggugat ide ide wahabisme tersebut. Sekarang khled menjadi professor hukum islam di fakultas hukum Universitas of California los angeles di United State. Khaled di kenal sebagai an enlightened paragon of liberal islam.[3] Khaled adalah seorang yang aktif sebagai penulis, karyanya telah banyak di terjemahan keberbagai Bahasa termasuk Bahasa indonesia.

2.     Jasser Auda

Jasser Auda adalah sarjana muslim kelahiran mesir. Dalam pengembaraan studinya, Jasser Auda menimba multidisiplin ilmu. Baik ilmu syariah maupun ilmu science. Jasser auda juga belajar islam di masjid al Azhar, dengan system tallaqi.[4] Beliau belajar hadits, tafsir, ilmu al quran, fiqih, ushul fiqih. Selanjutnya jasser auda melanjutkan pendidikannya ke negeri paman sam hingga memperoleh gelar Ph.D dalam bidang teologi islam.

Jasser adalah seorang sarjana yang produktif. Publikasi karyanya telah banyak terbit. Salah satu karya beliau adalah membahas tentang maqasid syariah. Beliau memberikan pandangan yang cendrung berbeda dari ulama ulama klasik. Jasser auda juga menjadi wakil ketua pusat studi legislasi islam dan etika Qatar foundation, Qatar. Selain itu, jasser auda juga sebagai guru besar program kebijakan public dalam islam, fakultas studi islam,Qatar foundation. Penelitian utama Jasser Auda adalah al maqasid research in the philoshopy of Islamic law.[5]

C.    Hermeneutika Khaled Abou El Fadl

khaled abou el fadl merasa prihatin denga napa yang terjadi terhadap kaum purinitanisme, yang merusak nilai nilai syariah sendiri. Khaled memandang perlu adanya progresifitas tpandangan terhadap syariah agar tidak adanya otoritarianime. Dalam artian adanya tindak kejahatan terhadap realitas ketuhan yang mengklaim bahwa pendapatnya seoloah seolah suara tuhan dan menutup pandangan lain terhadap teks al quran dan hadits. Inilah paham dari wahabisme yang menjadikan mereka konserfative dan mengekang.

Epistimologi yang ditawarkan oleh khaled adalah antithesis dari CRLO yang sangat mengekang dan menjamur pada saat itu. Dalam kerangka konseptualnya, khaled membawa pendekatan hermeneutika yang sangat jarang digunakan sebelumnya. Hermeneutika biasanya digunakan dalam biblical studies. Instrument penting dalam merumuskan hukum islam adalah teks (al quran, hadits), autor (Allah, Rasul), dan reader (pembaca). Yang disebut dengan triadik. Teori ini disebut hermeneutika negosiasi.[6]

Hermeneutika negosiasi menginginkan adanya pertemuan antara teks, autor, dan reader. Al quran dan hadits merupakan teks yang berisi simbolik (huruf dan kata kata) yang memanggil pembacanya. Teks tidak dapat berdiri sendiri, mesti bersandar pada reader sebagai subjek. Sebab teks bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan penggunanya dan sesuai dengan zamannya. Disetiap zaman akan berbeda kebutuhan terhadap hukum islam. Al qruan dan hadits memiliki otoritas bahwa al quran dan sunah memberikan kita sesuatu apa yang ditetapkan oleh tuhan.

Autor (Allah dan Rasul) khaled meyakini bahwa alquran bersal dari allah dan hadits berasal dari nabi sebagai utusanNya Allah. Namun khaled menginginkan untuk menulusuri kebenaran dari Author. Terutama menelusi hadits karena hadits Riwayat sanad turun temurun yang menurut khaled bisa saja dipengaruhi oleh author.[7] Untuk itu, khaled menginginkan author meninjau sosio history, emotional, subjectivity. Kondisi psikis perawi akan memengaruhi hasil yang akan didapat dari penafsiran sebuah makna. Untuk itu khaled menginginkan peninjauan terhadap autor utamanya perawi.[8]

Yang dimaksud dengan reader adalah para ulama dan cendekiawan yang akan menetapkan hukum. Khaeld menginginkan standarisasi terhadap reader. Pertama seorang reader mesti memegang nilai kejujuran, integritas, holistic, masuk akal, dan ulet. Khaled menekankan hermeneutika negosiasi akan membuat islam menjadi agama rahmatanlilalamin.

Hermeneutika Otoritatif Khaled berkutat pada persoalan mengenai pengekangan makna yang terjadi dalam Hukum Islam oleh seseorang (ulama/lembaga) yang otoriter. Khaled mengungkapkan para tokoh agama tidak lagi berbicara tentang Tuhan, melainkan langsung berbicara “atas nama Tuhan”, atau bahkan menjadi “corong Tuhan”. Ini berarti telah terjadi otoritarianisme tanpa mempedulikan aturan metodologi pengambilan Keputusan (ijtihad, istinbath hukum) yang telah dilakukan oleh ulama tradisional/klasik.

D. Maqashid Syariah Jasser Auda

Maqasid syariah akhir akhir ini menjadi pergulatan dalam kesarjanaan. Maqasid syariah yang merupakan tujuan dari agama menurut jasser auda mesti menjadi metodologi ushul fiqih dalam menetapkan hukum. Karya jasser auda di dalam bukunya ditegaskan bahwa dia menuliskan bukunya pada saat di London. Isu yang sangat hangat dibahas pada saat itu adalah radikalisme dan terorisme. Jasser auda menolak statement yang mengatakan bahwa islam sebagai pemicu lahirnya sikap radikalisme yang berujung pada terorisme. Jasser auda berpendapat bahwa tidak ada satu temapun dalam hukum islam, yang mendukung kekerasan.

Jasser auda dalam meelaborasiakan konsepnya menggunakan sumber sumber klasik. Karena maqasid syariah umumnya lebih banyak dibahas didalam kitab kitab klasik. Jasser auda mampu merekonstruksi konsep maqasid syariah dan mengaktuaisasikannya dalam konteks hukum islam kontenporer yang sesuai dengan peradaban manusia.[9] Jasser menawarkan konseptual pondasi dalam hukum islam, daintaranya holisme, keterbukaan, dinamis, dan multidimensionalitas.

Jasser juga menawarkan maqasid syariah menjadi metodologi dalam ushul fiqih. Maqasid syariah yang ditawarkan lebih holistic dan lebih luas jangkauannya. Jasser berpandangan bahwa teori klasik maqasid syariah hanya bersifat protektif pada kelestarian dan cakupan yang sempit. Auda berpendapat bahwa Allah selalu bertumpu pada illat Ketika hendak menetapkan sebuah syariah dan itulah maslahah.[10] Menurut jasser dalam maqasid syariah mesti melalui pendekatan yang sistematik, saling terhubung antara satu dengan yang lainnya. Ia menggunakan teori system modern untuk menjelaskan maqasid syariah tidak bisa dipahami secara terpisah, melainkan sebagai bagian dari kerangka yang dinamis dan saling berinteraksi.[11]

 

Kemudian menurut jasser perlu adanya reformasi dan kontekstualisasi. Auda menekankan akan pentingnya memahami maqasid sesuai dengan konteks. Hukum islam tidak boleh terlepas dari realitas social, budaya, Masyarakat, social, dan kebutuhan Masyarakat disetiap eranya. Maqasid adalah tujuan tersirat dalam menetapkan sebuah hukum seperti keadilan,, Rahmat, dan maslahah.  Jasser auda juga membuat kerangka maqasid yang lebih luas. Tidak hanya persoalan hifzun nafs, hifz mal, hifzul al aqli, hifzul din, hifzun nasbi, melainkan harus diintegrasikan kedalam isu isu social seperti HAM, keseinmbangan ekonomi dan social, pelestarian lingkungan, dan focus pada nilai nilai universal.

D.    KESIMPULAN

Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntu kita untuk beradaptasi dengan kondisi. Syariah yang telah ditetapkan tuhan melalu nabi dan Alquran,hadits merupakan teks suci yang berasal dari nabi. Perkembangan syariah telah melalui berbagai macam tahapan. Dari masa nabi hingga masa sekarang. Sejarah telah mencatatkan bagaimana perkembangan syariah dari masa ke masa, berikut dengan dinamikanya

Pada masa sekarang para cendikiawan mengelaborasi tema tema syariah dengan bermacam pendekatan multidisiplioner. Dua tokoh cendekiawan muslim tersebut adalah khled abou el fadl dan jasser auda. Khaled berpendapat bahwa tidak otrianisme dalam menetapkan hukum islam. Khaled menggunakan pendekatatan hermeneutika negosiasi untuk menetapkan hukum islam. Sedangkan jassr auda merekonstuksi teori maqasid syariah agar jangkauannya lebih luas dan sesuai dengan isu isu dimasa sekarang. Seperti HAM, lingkungan,keseimbangan ekonomi dan social, dan universal agar terciptanya keadilan, kebebasan dan kesejahteraan yang merupakan inti dari syariah.


penulis: Novri Kurniawan


 

DAFTAR PUSTAKA

Ag, M. “Kajian Hermeneutika Khaled Abou El Fadl,” 2009.

Ahmad Nuruddin. “Pendekatan Hermeneutika Negosiatif-Otoritatif Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women Pemikiran Khaled M Abou El Fadl.” Discovery : Jurnal Ilmu Pengetahuan 9, no. 1 (2024): 40–49. https://doi.org/10.33752/discovery.v9i1.6022.

Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.A., M.H. “Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukan Hukum Islam.” Pt Rajagrafindo Persada 58, no. 12 (2018): 190.

Ferdiansyah, H. “Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda.” Repository.Uinjkt.Ac.Id, 2017, 1–37. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/38643.

Hefni, Wildani. “FIKIH MODERAT: STUDI TERHADAP PEMIKIRAN HUKUM KHALED ABOU EL FADL DAN MOHAMMAD HASHIM KAMAL” 8, no. 75 (2020): 147–54.

Review, Islam, Atas Buku, and Jasser Auda. “BOOK REVIEW : Maqasid As-Shariah Dan Pendekatan Filosofis Hukum as-Shariah as Philosophy of Islamic Law ”,” 2008.

Safriadi, Tgk, and S Hi. “MAQÃSHID AL-SYARI’AH & MASHLAHAH,” n.d.

Syihab, Muhammad Baiquni. “Telaah Kritis Pemikiran Jasser Auda Dalam Buku ‘Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach.’” AN NUR: Jurnal Studi Islam 15, no. 1 (2023): 114–36. https://doi.org/10.37252/annur.v15i1.455.

 

 

 

 

 



[1] Tgk Safriadi and S Hi, “MAQÃSHID AL-SYARI’AH & MASHLAHAH,” n.d.

[2] M.H. Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.A., “Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukan Hukum Islam,” Pt Rajagrafindo Persada 58, no. 12 (2018): 190.

[3] Wildani Hefni, “FIKIH MODERAT: STUDI TERHADAP PEMIKIRAN HUKUM KHALED ABOU EL FADL DAN MOHAMMAD HASHIM KAMAL” 8, no. 75 (2020): 147–54.

[4] Muhammad Baiquni Syihab, “Telaah Kritis Pemikiran Jasser Auda Dalam Buku ‘Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach,’” AN NUR: Jurnal Studi Islam 15, no. 1 (2023): 114–36, https://doi.org/10.37252/annur.v15i1.455.

[5] H Ferdiansyah, “Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda,” Repository.Uinjkt.Ac.Id, 2017, 1–37, http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/38643.

[6] M Ag, “Kajian Hermeneutika Khaled Abou El Fadl,” 2009.

[7] Ag.

[8] Ahmad Nuruddin, “Pendekatan Hermeneutika Negosiatif-Otoritatif Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women Pemikiran Khaled M Abou El Fadl,” Discovery : Jurnal Ilmu Pengetahuan 9, no. 1 (2024): 40–49, https://doi.org/10.33752/discovery.v9i1.6022.

[9] Syihab, “Telaah Kritis Pemikiran Jasser Auda Dalam Buku ‘Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach.’”

[10] Islam Review, Atas Buku, and Jasser Auda, “BOOK REVIEW : Maqasid As-Shariah Dan Pendekatan Filosofis Hukum as-Shariah as Philosophy of Islamic Law ”,” 2008.

[11] Ferdiansyah, “Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda.”

0 Komentar